Sel-sel yang ada dalam tubuh kita tidak pernah memproduksi limbah yang membahayakan. Hidup mereka bersih serta penuh manfaat.
Di antara semua makhluk ciptaan Allah, hanya manusia yang paling getol memproduksi sampah atau limbah. Sampai-sampai dia sendiri pusing tujuh keliling memikirkan efek samping dari sampah yang dihasilkan. Tentu kita masih ingat peristiwa di TPA Leuwigajah, Kabupaten Bandung, beberapa tahun lalu. Ketika itu, ribuan ton sampah mengubur sebuah kampung dan menweaskan puluhan penghuninya. Dahsyat. Sejatinya, kejadian tersebut hanyalah puncak dari gunung es masalah sampah secara keseluruhan. Belum termasuk sampah industri, transportasi, hingga sampah nuklir. Wajar, jika sampah menjadi hantu menakutkan bagi negara-negara di dunia. Betapa tidak, selain mendatangkan penyakit dan bau menyengat, sampah pun sangat efektif merusak lingkungan serta mendatangkan bencana alam.
Bagaimana dengan makhluk lain? Sampai hari ini belum pernah diberitakan ada hewan—apapun jenisnya—yang merusak lingkungan karena “membuang sampah sembarangan” atau memproduksi sampah yang merugikan. Sampah yang mereka produksi (umumnya berbentuk kotoran) justru membawa nilai lebih bagi lingkungan. Demikian pula tumbuhan. Apalagi jika kita membandingkannya dengan benda-benda mati, seperti batu, air, angin, api, dsb. Dengan demikian, hanya manusia saja yang membuang limbah. Karena melampaui akalnya, dia mampu membuat sesuatu bermanfaat pada satu sisi, namun mendatangkan mudharat pada sisi lain.
Seandainya kita sadar dan mau bertafakur, sebenarnya sel-sel dalam tubuh kita pun tidak pernah memproduksi sampah dan limbah yang berbahaya. Hidup mereka bersih dan penuh manfaat. Jika menghasilkan sampah, mereka akan mengolahnya sehingga bisa dimanfaatkan kembali. Bagaimana prosesnya? Hal ini menarik untuk dipelajari.
Setiap beraktivitas, sel-sel tubuh selalu mengoptimalkan materi-materi yang ada dalam dirinya. Ada dua proses yang dijalankannya. Pertama, sel akan memproduksi sendiri produk-produk yang dibutuhkannya dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, misalnya protein. Kedua, jika kebutuhannya sudah terpenuhi dan ada kelebihan, ia akan mendistribusikannya pada sel-sel lain dengan sangat adil. Hal ini menunjukkan adanya komunikasi serta silaturahmi yang intens antar sel satu dengan sel lainnya. Dengan kata lain, kebutuhan sebuah sel tidak terlepas dari kebutuhan lingkungannya. Proses ini terlihat jelas dalam proses apoptosis. Ketika sebuah sel memutuskan untuk mati karena sudah selesai masa tugasnya, “bangkainya” tidak menjadi limbah. Materinya dikirimkan pada sel yang membutuhkan dalam bentuk potongan-potongan kecil sehingga mudah diserap dan diedarkan.
Ada fenomena luar biasa yang ditunjukkan sel darah merah atau eritrosit. Sel-sel ini tidak memiliki inti, sehingga tidak bisa membelah diri. Usia hidupnya sekitar 120 hari atau 4 bulan. Mengapa tidak memiliki inti? Kalau diibaratkan, sel darah merah adalah truk pengangkut oksigen. Andai ia memmiliki inti, oksigen yang diangkutnya akan sedikit. Lihatlah truk atau mobil boks, didalamnya tidak ada kursi. Tujuannya agar terdapat ruang yang lebih luas untuk proses pengangkutan. Karena itu, mereka dianggap molekul Hb atau hemoglobin. Hemo berasal dari bahasa Yunani yang berarti besi, sedangkan globin berasal dari kata globulin berarti kuning telur. Jadi, isi hemoglobin itu hanya protein kuning telur dan zat besi untuk mengikat oksigen. Sebab, oksigen hanya bisa diikat dengan molekul Hb.
Kalau sudah empat bulan, “truk pengangkut” ini memasuki masa uzur, sehingga tidak bisa lagi beregenerasi. Ia pun memilih untuk mematikan dirinya sendiri. Materi sel darah merah yang sudah mati ini pun kemudian diproses di hati untuk selanjutnya dipecah-pecah. Selanjutnya, pecahan sel darah merah dikirim ke empedu untuk diolah menjadi bilirubin. Sebuah zat yang multimanfaat. Apa saja fungsinya? Bilirubin dapat digunakan sebagai pewarna pigmen (cat), membantu proses penyerapan dan pengolahan lemak, antibakteri, penjaga keasaman darah, dan jaringan tubuh. Luar biasa. Walaupun sudah mati, sel-sel darah merah masih bisa memberikan banyak manfaat. Sungguh, tidak ada yang tersia-siakan dari sebuah sel.
Di antara semua makhluk ciptaan Allah, hanya manusia yang paling getol memproduksi sampah atau limbah. Sampai-sampai dia sendiri pusing tujuh keliling memikirkan efek samping dari sampah yang dihasilkan. Tentu kita masih ingat peristiwa di TPA Leuwigajah, Kabupaten Bandung, beberapa tahun lalu. Ketika itu, ribuan ton sampah mengubur sebuah kampung dan menweaskan puluhan penghuninya. Dahsyat. Sejatinya, kejadian tersebut hanyalah puncak dari gunung es masalah sampah secara keseluruhan. Belum termasuk sampah industri, transportasi, hingga sampah nuklir. Wajar, jika sampah menjadi hantu menakutkan bagi negara-negara di dunia. Betapa tidak, selain mendatangkan penyakit dan bau menyengat, sampah pun sangat efektif merusak lingkungan serta mendatangkan bencana alam.
Bagaimana dengan makhluk lain? Sampai hari ini belum pernah diberitakan ada hewan—apapun jenisnya—yang merusak lingkungan karena “membuang sampah sembarangan” atau memproduksi sampah yang merugikan. Sampah yang mereka produksi (umumnya berbentuk kotoran) justru membawa nilai lebih bagi lingkungan. Demikian pula tumbuhan. Apalagi jika kita membandingkannya dengan benda-benda mati, seperti batu, air, angin, api, dsb. Dengan demikian, hanya manusia saja yang membuang limbah. Karena melampaui akalnya, dia mampu membuat sesuatu bermanfaat pada satu sisi, namun mendatangkan mudharat pada sisi lain.
Seandainya kita sadar dan mau bertafakur, sebenarnya sel-sel dalam tubuh kita pun tidak pernah memproduksi sampah dan limbah yang berbahaya. Hidup mereka bersih dan penuh manfaat. Jika menghasilkan sampah, mereka akan mengolahnya sehingga bisa dimanfaatkan kembali. Bagaimana prosesnya? Hal ini menarik untuk dipelajari.
Setiap beraktivitas, sel-sel tubuh selalu mengoptimalkan materi-materi yang ada dalam dirinya. Ada dua proses yang dijalankannya. Pertama, sel akan memproduksi sendiri produk-produk yang dibutuhkannya dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, misalnya protein. Kedua, jika kebutuhannya sudah terpenuhi dan ada kelebihan, ia akan mendistribusikannya pada sel-sel lain dengan sangat adil. Hal ini menunjukkan adanya komunikasi serta silaturahmi yang intens antar sel satu dengan sel lainnya. Dengan kata lain, kebutuhan sebuah sel tidak terlepas dari kebutuhan lingkungannya. Proses ini terlihat jelas dalam proses apoptosis. Ketika sebuah sel memutuskan untuk mati karena sudah selesai masa tugasnya, “bangkainya” tidak menjadi limbah. Materinya dikirimkan pada sel yang membutuhkan dalam bentuk potongan-potongan kecil sehingga mudah diserap dan diedarkan.
Ada fenomena luar biasa yang ditunjukkan sel darah merah atau eritrosit. Sel-sel ini tidak memiliki inti, sehingga tidak bisa membelah diri. Usia hidupnya sekitar 120 hari atau 4 bulan. Mengapa tidak memiliki inti? Kalau diibaratkan, sel darah merah adalah truk pengangkut oksigen. Andai ia memmiliki inti, oksigen yang diangkutnya akan sedikit. Lihatlah truk atau mobil boks, didalamnya tidak ada kursi. Tujuannya agar terdapat ruang yang lebih luas untuk proses pengangkutan. Karena itu, mereka dianggap molekul Hb atau hemoglobin. Hemo berasal dari bahasa Yunani yang berarti besi, sedangkan globin berasal dari kata globulin berarti kuning telur. Jadi, isi hemoglobin itu hanya protein kuning telur dan zat besi untuk mengikat oksigen. Sebab, oksigen hanya bisa diikat dengan molekul Hb.
Kalau sudah empat bulan, “truk pengangkut” ini memasuki masa uzur, sehingga tidak bisa lagi beregenerasi. Ia pun memilih untuk mematikan dirinya sendiri. Materi sel darah merah yang sudah mati ini pun kemudian diproses di hati untuk selanjutnya dipecah-pecah. Selanjutnya, pecahan sel darah merah dikirim ke empedu untuk diolah menjadi bilirubin. Sebuah zat yang multimanfaat. Apa saja fungsinya? Bilirubin dapat digunakan sebagai pewarna pigmen (cat), membantu proses penyerapan dan pengolahan lemak, antibakteri, penjaga keasaman darah, dan jaringan tubuh. Luar biasa. Walaupun sudah mati, sel-sel darah merah masih bisa memberikan banyak manfaat. Sungguh, tidak ada yang tersia-siakan dari sebuah sel.
Sumber:
Buku: "Ajaib bin Aneh : Jadi Insan Segala Tahu"
Komentar
Posting Komentar