“Akan datang hari, mulut dikunci, kata tak ada lagi. Akan tiba masa, tak ada suara dari mulut kita. Berkata tangan kita, tentang apa yang dilakukannya. Berkata kaki kita, ke mana saja dia melangkah”. (Judul Lagu: Tangan Kaki Bicara, dipopulerkan oleh Chrisye)
Selama ini ketika kita berbicara tentang kecerdasan, asosiasi kita langsung tertuju pada otak. Padahal, Allah SWT menyimpan kecerdasan tidak hanya di otak, tapi juga di seluruh bagian tubuh.
Ingin bukti? Saya pernah meminta beberapa mahasiswa untuk mengetikkan SMS pendek sekitar 100 karakter tanpa melihat papan kunci (keypad) di telepon genggam. Ternyata tingkat kesalahannya sangat kecil. Bahkan 25 persen mahasiswa percobaan mampu mengetik dengan sangat tepat sampai titik komanya. Ketika mahasiswa yang bersangkutan diminta memproyeksikan pengetahuan abstraknya terhadap keypad di papan tulis, tingkat kesalahannya mencapai 90 persen. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa “memori” keypad mungkin tersimpan di sel-sel ibu jari. Bisa juga, indra peraba di kulit ibu jari dapat meproyeksikan gambaran keypad ke otak. Atau, mungkin pula kedua hipotesis tersebut berlaku secara paralel.
Hal yang tak kalah menarik, adalah percobaan berendam di air dingin. Beberapa sukarelawan diminta untuk berendam di air dingin hampir sebatas bahu, lalu perlahan ditetesi segelas air hangat di daerah pundak. Apa yang terjadi? Bersamaan dengan dimulainya proses penetesan air hangat, para sukarelawan meraskan sensasi hangat yang menjalar ke seluruh tubuh, termasuk bagian-bagian yang terendam air dingin. Hal ini menunjukkan bahwa sel-sel tubuh (somatik) memiliki kemampuan memilah, memilih, dan menganalisis kondisi yang sesuai untuk dirinya. Terdapat pula kerja sama antara sistem memori dan pengambilan keputusan di tingkat pusat (otak dan jejaring sarafnya) dengan kebijakan-kebijakan lokal di tingkat sel yang tersebar merata di seluruh tubuh.
Pilihan sel tubuh untuk menyikapi kondisi yang dihadapi merupakan hasil kompromi atas otoritas lokal dengan kebijakan di tingkat pusat. Dengan demikian, kemampuan sensoris sebagai perasa bukan lagi monopoli sistem saraf semata, tapi juga dibangun oleh segenap komponen tubuh manusia, dan kita menyebutnya kecerdasan sinestesia, yaitu kemampuan untuk mengoptimalkan semua pusat asosiasi di otak dalam mengolah stimulus atau rangsangan.
Tampaknya, kita harus tambah yakin bahwa tidak ada satu pun perbuatan yang luput dari “catatan” Allah SWT. Di akhirat kelak, yang menjadi saksi bukan siapa-siapa, tapi diri kita sendiri. Tangan, kaki, lidah dan seluruh anggota badan kita akan berbicara. Sesungguhnya, mereka sangat cerdas dan mampu menyimpan memori.
Benar apa yang diungkapkan Chrisye dalam sebuah lagunya, “Akan datang hari, mulut dikunci, kata tak ada lagi. Akan tiba masa, tak ada suara dari mulut kita. Berkata tangan kita, tentang apa yang dilakukannya. Berkata kaki kita, ke mana saja dia melangkah”. Bait lagu tersebut sejalan dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran, ..telah tercatat pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan (QS An-Nuur[24]: 24).
Maka, berhati-hatilah dalam mendengar, melihat, berucap, dan bertindak. Sebab, semua yang kita lakukan harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya.
Selama ini ketika kita berbicara tentang kecerdasan, asosiasi kita langsung tertuju pada otak. Padahal, Allah SWT menyimpan kecerdasan tidak hanya di otak, tapi juga di seluruh bagian tubuh.
Ingin bukti? Saya pernah meminta beberapa mahasiswa untuk mengetikkan SMS pendek sekitar 100 karakter tanpa melihat papan kunci (keypad) di telepon genggam. Ternyata tingkat kesalahannya sangat kecil. Bahkan 25 persen mahasiswa percobaan mampu mengetik dengan sangat tepat sampai titik komanya. Ketika mahasiswa yang bersangkutan diminta memproyeksikan pengetahuan abstraknya terhadap keypad di papan tulis, tingkat kesalahannya mencapai 90 persen. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa “memori” keypad mungkin tersimpan di sel-sel ibu jari. Bisa juga, indra peraba di kulit ibu jari dapat meproyeksikan gambaran keypad ke otak. Atau, mungkin pula kedua hipotesis tersebut berlaku secara paralel.
Hal yang tak kalah menarik, adalah percobaan berendam di air dingin. Beberapa sukarelawan diminta untuk berendam di air dingin hampir sebatas bahu, lalu perlahan ditetesi segelas air hangat di daerah pundak. Apa yang terjadi? Bersamaan dengan dimulainya proses penetesan air hangat, para sukarelawan meraskan sensasi hangat yang menjalar ke seluruh tubuh, termasuk bagian-bagian yang terendam air dingin. Hal ini menunjukkan bahwa sel-sel tubuh (somatik) memiliki kemampuan memilah, memilih, dan menganalisis kondisi yang sesuai untuk dirinya. Terdapat pula kerja sama antara sistem memori dan pengambilan keputusan di tingkat pusat (otak dan jejaring sarafnya) dengan kebijakan-kebijakan lokal di tingkat sel yang tersebar merata di seluruh tubuh.
Pilihan sel tubuh untuk menyikapi kondisi yang dihadapi merupakan hasil kompromi atas otoritas lokal dengan kebijakan di tingkat pusat. Dengan demikian, kemampuan sensoris sebagai perasa bukan lagi monopoli sistem saraf semata, tapi juga dibangun oleh segenap komponen tubuh manusia, dan kita menyebutnya kecerdasan sinestesia, yaitu kemampuan untuk mengoptimalkan semua pusat asosiasi di otak dalam mengolah stimulus atau rangsangan.
Tampaknya, kita harus tambah yakin bahwa tidak ada satu pun perbuatan yang luput dari “catatan” Allah SWT. Di akhirat kelak, yang menjadi saksi bukan siapa-siapa, tapi diri kita sendiri. Tangan, kaki, lidah dan seluruh anggota badan kita akan berbicara. Sesungguhnya, mereka sangat cerdas dan mampu menyimpan memori.
Benar apa yang diungkapkan Chrisye dalam sebuah lagunya, “Akan datang hari, mulut dikunci, kata tak ada lagi. Akan tiba masa, tak ada suara dari mulut kita. Berkata tangan kita, tentang apa yang dilakukannya. Berkata kaki kita, ke mana saja dia melangkah”. Bait lagu tersebut sejalan dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran, ..telah tercatat pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan (QS An-Nuur[24]: 24).
Maka, berhati-hatilah dalam mendengar, melihat, berucap, dan bertindak. Sebab, semua yang kita lakukan harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya.
Sumber:
Buku: "Ajaib bin Aneh : Jadi Insan Segala Tahu"
Komentar
Posting Komentar