Dengan ikhlas mereka mengorbankan dirinya untuk tujuan yang lebih mulia. Sel-sel ini melakukan apoptosis.
Dalam Islam, kurban termasuk “ibadah unggulan”. Konsep kurban adalah manusia menyerahkan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya untuk sesuatu yang jauh lebih berharga. Berkurban menjadi bukti cinta seorang hamba kepada Tuhannya. Dengan berkurban, seorang hamba telah berpartisipasi menyebarkan rahmat dan kasih sayang Allah ke segala penjuru.
Hakikat kurban adalah penyadaran diri akan konsep hidup. Kita menyebarkan apa yang kita anggap berharga sebagai bentuk pengakuan bahwa kita tidak memiliki apa pun juga. Semuanya yang ada di dunia ini adalah milik Allah. Kita tidak berhak mengakui sesuatu sebagai hak milik mutlak. Inilah hakikat cinta sejati. Mencintai sama artinya dengan berbagi. Ingin “memiliki” berarti pula ingin memberi. Ketika cinta telah terdistribusi, hati pun akan merasakan kehangatan karena merasa saling memiliki.
Namun, tahukah kita bahwa berkurban bukan hanya monopoli manusia. Di dalam tubuh kita pun terjadi proses kurban yang dilakukan sel-sel di sela-sela jari yang memungkinkan kita memiliki jari tangan yang sempurna. Proses kurban ini disebut apoptosis, yaitu pengorbanan sebagian dari sel-sel embrional yang secara struktural tidak diperlukan lagi keberadaannya. Ketika kita sedang tumbuh sebagai janin, sel-sel tersebut membantu pembentukan jaringan-jaringan tubuh agar terorganisasi secara sempurna. Pada tahapan selanjutnya, tugas sel-sel tersebut adalah mengakhiri peran dirinya. Dengan ikhlas mereka mengorbankan dirinya untuk sebuah kepentingan yang jauh lebih besar dan lebih mulia. Sel-sel ini melakukan apostosis. Tidak hanya membantu proses pembentukan organ tubuh yang sempurna, merek pun menyedekahkan potensi yang dimilikinya kepada sel-sel lain yang lebih membutuhkan.
Demikianlah keindahan kurban yang dapat kita cermati di dalam tubuh. Hal ini pula yang menjadi salah satu mekanisme penyelamat, ketika kita terserang kanker, lingkungan sekitarnya akan mendesak agar sel kanker yang bertabiat buruk untuk “berkurban” demi kepentingan bersama.
Alangkah indahnya jika filosopi apoptosis sel embrional ini bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita akan bersemangat untuk memberikan yang terbaik dalam setiap aktivitas serta menjadikannya multimanfaat bagi lingkungan sekitar. Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya?
Dalam Islam, kurban termasuk “ibadah unggulan”. Konsep kurban adalah manusia menyerahkan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya untuk sesuatu yang jauh lebih berharga. Berkurban menjadi bukti cinta seorang hamba kepada Tuhannya. Dengan berkurban, seorang hamba telah berpartisipasi menyebarkan rahmat dan kasih sayang Allah ke segala penjuru.
Hakikat kurban adalah penyadaran diri akan konsep hidup. Kita menyebarkan apa yang kita anggap berharga sebagai bentuk pengakuan bahwa kita tidak memiliki apa pun juga. Semuanya yang ada di dunia ini adalah milik Allah. Kita tidak berhak mengakui sesuatu sebagai hak milik mutlak. Inilah hakikat cinta sejati. Mencintai sama artinya dengan berbagi. Ingin “memiliki” berarti pula ingin memberi. Ketika cinta telah terdistribusi, hati pun akan merasakan kehangatan karena merasa saling memiliki.
Namun, tahukah kita bahwa berkurban bukan hanya monopoli manusia. Di dalam tubuh kita pun terjadi proses kurban yang dilakukan sel-sel di sela-sela jari yang memungkinkan kita memiliki jari tangan yang sempurna. Proses kurban ini disebut apoptosis, yaitu pengorbanan sebagian dari sel-sel embrional yang secara struktural tidak diperlukan lagi keberadaannya. Ketika kita sedang tumbuh sebagai janin, sel-sel tersebut membantu pembentukan jaringan-jaringan tubuh agar terorganisasi secara sempurna. Pada tahapan selanjutnya, tugas sel-sel tersebut adalah mengakhiri peran dirinya. Dengan ikhlas mereka mengorbankan dirinya untuk sebuah kepentingan yang jauh lebih besar dan lebih mulia. Sel-sel ini melakukan apostosis. Tidak hanya membantu proses pembentukan organ tubuh yang sempurna, merek pun menyedekahkan potensi yang dimilikinya kepada sel-sel lain yang lebih membutuhkan.
Demikianlah keindahan kurban yang dapat kita cermati di dalam tubuh. Hal ini pula yang menjadi salah satu mekanisme penyelamat, ketika kita terserang kanker, lingkungan sekitarnya akan mendesak agar sel kanker yang bertabiat buruk untuk “berkurban” demi kepentingan bersama.
Alangkah indahnya jika filosopi apoptosis sel embrional ini bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kita akan bersemangat untuk memberikan yang terbaik dalam setiap aktivitas serta menjadikannya multimanfaat bagi lingkungan sekitar. Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya?
Sumber:
Buku: "Ajaib bin Aneh : Jadi Insan Segala Tahu"
Komentar
Posting Komentar