“Sesungguhnya, Allah telah membagi amal hamba-Nya,
sebagaimana Dia telah membagi rezeki mereka.” -Imam Malik-
Tak asing di
telinga kita, sebuah kisah tentang Abdullah Al-Umari, seorang mujahid yang
gemar beribadah. Suatu ketika, ia mengirim sebuah surat kepada Imam Malik,
mengajaknya untuk menyibukkan diri dengan amal-amal sunnah. Bersama-sama
berperang di jalan Allah, memperluas wilayah Islam, dan melakukan amal ibadah
luar biasa lainnya yang ia lakukan. Ia mengatakan bahwa debu-debu di medan
jihad lebih baik daripada duduk di masjid menyebarkan ilmu sebagaimana yang
rutin Imam Malik lakukan di kota Nabi.
Apa kata Imam
Malik, sang imam darul hijrah? Sungguh, sebuah jawaban cerdas nan
bijaksana yang layak ditulis dengan tinta emas. “Sesungguhnya, Allah telah
membagi amal hamba-Nya, sebagaimana Dia telah membagi rezeki mereka. Bisa jaid
seseorang dimudahkan oleh Allah mengerjakan salat sunnah, tapi tidak untuk
puasa sunnah. Bisa saja seseorang dimudahkan untuk menyedekahkan hartanya, atau
berjihad di jalan-Nya. Menyebarkan ilmu sungguh merupakan kebaikan yang sangat
utama lagi mulia. Aku rida dengan taufik Allah yang memudahkanku berdakwah
menyebarkan ilmu agama ini. Dan aku tidak menganggap apa yang aku kerjakan ini
lebih rendah dari apa yeng telah engkau kerjakan. Akan tetapi aku berharap kita
semua berada di atas kebaikan.”
Benar, Allah
telah memberikan manusia berbagai kemampuan dan potensi masing-masing. Dalam hal
duniawi misalnya, ada yang berpotensi sebagai pemimpin, ada pula yang hanya
bisa dipimpin. Ada yang pandai berdagang, tapi ia tidak pintar bertani. Sebaliknya,
ada yang jago bertani, tapi tiap kali berdagang, ia selalu gagal. Ada pula yang
multitalenta, alias memiliki sekian potensi dan berbagai bakat, semisal penulis
yang juga orator ulung.
Begitu juga dalam
perkara ibadah. Allah telah membagi amal-amal ibadah yang hukumnya ‘sunnah’
kepada masing-masing hamba-Nya, dengan potensi dan kemampuan yang beraneka. Mengapa
dikatakan amal yang hukumnya sunnah? Karena jika amal wajib, Allah telah
memberikan semua kemampuan untuk mengerjakannya tanpa ada pengecualiannya. Toh
Allah tidak membani hamba-Nya di luar batas kemampuannya, bukan?
Oleh sebab itu,
di akhirat nanti, pintu-pintu surga akan memanggil para calon penghuni surga. Pintu
salat akan menyeru kepada orang yang gemar salat. Pintu Ar-Rayyan akan
memanggil ahli puasa. Semua manusia akan dipanggil dengan potensi amalnya
masing-masing. Adapun orang dengan multitalenta dalam ibadah semisal Abu Bakar r.a.,
maka ia akan dipanggil oeh seluruh pintu surga. Dan ia berhak memasuki
surga dari pintu mana saja yang ia suka.
Mungkin ada yang
diberi kelebihan berupa tak mudah lapar, maka ia berpotensi untuk memperbanyak
puasa sunnah. Yang lain mungkin terbiasa bangun tengah malam hingga ia berbakat
untuk menghidupkan malamnya dengan shalat dan membaca Al-Qur’an. So, janganlah
merendahkan orang lain karena ia tidak sibuk dengan salat sunnah. Bisa jadi
potensi dia di sedekah sunnah. Jangan menyombongkan diri karena puasa sunnah
yang kita lakukan, toh mungkin orang lain punya potensi di ibadah lain
yang tak mampu kita lakukan. Nah, permasalahannya, apa potensi kita?
Coba pikirkan,
apa passion kita selama ini? Bidang apa yang kita cintai? Profesi apa
yang saat mengerjakannya kita enjoy? Kita berani mengeluarkan uangtak
sedikit untuk meraihnya, tanpa ada upahnya. Lantas, jadikan hal itu ajang untuk
memupuk pahala, diniatkan sebagai ibadah. Jika kita suka menulis, maka kita
bisa berdakwah. Kita bisa menyuruh orang berbuat baik dan mencegah orang berbuat
buruk dengan untaian kata yang kita rangkai.
Jika tetap tidak
tahu apa potensi kita, maka bertanyalah sama keluarga, teman terdekat, apa
potensi saya, apa kelebihan saya, apa kemampuan saya? Jika sudah tahu, asahlah
hingga kita menjadi ‘expert’ di bidang tersebut, dan jadikanlah ia
lumbung kebaikan dan pahala hingga kita mampu meraih visi akhirat yang kita
idamkan.
Ah, sungguh beruntung jika passion kita
berkutat seputar ibadah. Misalkan, kita sangat mencintai porses menuntut ilmu,
rela begadang demi mengurai suatu permasalahan pelik. Atau kita sangat enjoy
tatkala membaca Al-Qur’an, bisa menghabiskan waktu berjam-jam dengannya
tanpa bosan.
So, mulai detik ini, kenalilah potensi diri
kita. Lalu lejitkan dan teruslah asah hingga menjadi hal luar biasa yang kita
punya. Baik itu kemampuan berupa perkara duniawi, maupun perkara ukhrawi.
Karena kedua-duanya adalah salah satu kesempatan besar untuk meraup pahala
sebanyak-banyaknya sebagai pemberat amal kebaikan di mizan, sebagai
bekal menghadap Allah Ta’ala, pencipta semesta alam.
Sumber : Buku “Jika Ustaz Jadi Wasit”
Komentar
Posting Komentar